Oleh: Joni Lis Efendi
Founder WR Academy, Owner WR Publishing
Mengapa kamu ingin menjadi penulis?
Bagaimana caranya bisa menjadi penulis yang beken?
Apa tulisan yang kamu tulis?
Saya sudah menulis lebih 20 tahun dan lebih 10 tahun terakhir menjadi mentor menulis untuk ribuan peserta. Saya mengamati dan mendapatkan data langsung bahwa 90% lebih dari mereka tidak mengerti apa alasan mereka untuk menjadi penulis. Bahkan, mereka tidak tahu apa yang ingin mereka cari sebagai penulis. Apalagi jika dilihat bagaimana kemampuan dasar menulis mereka, ya tidak begitu bagus.
Penulis pemula atau mereka yang masih awam tentang dunia penulisan, memiliki motivasi yang beragam mengapa ingin menjadi penulis. Sebagian besar secara tersirat, saya mengamati dorongan terbesar mereka untuk menulis adalah sekadar ikutan-ikutan saja. Yang lain bisa menulis begitu keren, ada yang bukunya diterbitkan, menang lomba, dapat uang dari honor, royalti atau hadiah lomba. Jadi mereka juga ingin seperti itu, ikutan-ikutan terjun ke dunia penulisan. Dengan harapan nanti mereka juga bisa nulis buku, dapat honor dan menang lomba.
Jadi, jangan kaget jika tingkat kegagalan menjadi penulis itu angkanya di atas 90%. Sebab, dari awal saja sudah terbaca bahwa mereka tak serius untuk benar-benar ingin menguasai kemampuan menulis dan terus belajar untuk mengembangkannya. Atau, jangan-jangan kamu juga seperti itu? Saya harap tidak benar demikian, ya.
Ada banyak hal yang menyebabkan seorang bisa menjadi penulis beken. Salah satu faktor pentingnya adalah polapikir (mindset), yang sering ini menjadi faktor penyebab banyak yang mundur secara teratur sebelum benar-benar menjadi penulis.
Tidak sedikit yang mengalami kebingungan dan kegalauan jika dihadapkan pada pilihan, mengikuti kata hati atau omongan orang lain?
Kata hati, “Saya yakin bisa sukses sebagai penulis.” Namun, di sisi lain banyak hal yang merintanginya, terutama berasal dari orang-orang terdekat kita. Banyak sedikitnya, turut andil menjadikan langkah ini maju mundur untuk terjun sebagai penulis, dan memutuskan untuk hidup dari sana.
Padahal, jika kita runut lagi, ada kekeliruan dari asumsi yang prematur tentang penulis dan dunia yang mereka tekuni. Kesalahannya bertambah-tambah ketika ia juga mengalami dilema tentang identitas “profesinya” sebagai penulis. Jika kita mengacu pada kasus personal, fenomena ini sering menghinggapi para “penulis yang terlanjur “nyemplung” di dunia ini. Dan, sebagian mereka mendapati kenyataannya bahwa itu bukanlah seperti yang mereka inginkan.
Nah, sebelum mispersepsi dan kegalauan seperti ini menghinggapi bahkan bisa menjangkiti niat baik kamu untuk serius merintis karier kepenulisan atau ingin memperdalam pemahaman tentang kepenulisan dan seperti apa wujud dunianya, terus berlanjut dalam “lingkaran setan” tak berkesudahan itu, saya akan coba membantu menguraikan dua pandangan yang prontatif, antara mereka yang ada di luar, dengan kita yang ada di dalam sini (dunia penulisan).
Saya menyimpulkan bahwa itu adalah cara pandang yang keliru menilai tentang menulis, yang mungkin saja sudah mengendap menahun di pikiran bawah sadar masyarakat kita. Inilah yang ingin saya kemukakan di sini. Kali ini saya ingin menggali sesuatu yang lebih mendasar soal paradigma negatif yang dicapkan oleh sebagian besar masyarakat, yang menganggap menulis hanyalah pekerjaan sia-sia, buang-buang waktu, tidak menjanjikan, hanya kesibukan orang tak punya kerjaan, penulis gak bisa kaya, masa depan suram dan lain sebagainya.
Hal ini sangat wajar, karena masyarakat kita bukanlah masyakarat yang akrab dengan buku dan literasi, angka kesadaran baca dan minat baca masyarakat kita paling bawah dibanding negara-negara di kawasan ASEAN. Sehingga bagi mereka yang berhubungan dengan menulis gak penting-penting amat lah.
Apalagi sekarang ini semua serba gadget, dikit-dikit HP, dikit-dikit online, hampir semua keperluan kita bisa dapatan dari online, bahkan pacar pun lewat virtual, hehe… Seakan-akan “dunia tulisan di kertas” sudah kuno di era kekinian yang semua serta digital. Tentu kondisi ini makin membuat profesi sebagai penulis sudah ketinggal zaman. Apa benar begitu?
Padahal, menulis itu adalah skil komunikasi dasar yang perlu dikuasai jika kita ingin punya kompetensi untuk sukses dan berhasil, lebih-lebih di era serba online seperti sekarang ini. Menulis itu sama pentingnya dengan kemampuan membaca, berbicara/berbahasa dan mendengar. Karenanya, menguasai keempat skil komunikasi dasar ini menjadi sebuah keharusan di era yang sangat kompetitif sekarang ini.
Oke, kita tidak akan panjang lebar mengupas soal mindset masyarakat kita yang terlanjur banyak negatifnya menilai tentang menulis dan dunia kepenulisan. Mari kita jawab ucapan negatif, cibiran, dan hal-hal tak mengenakan dari orang-orang yang berpandangan negatif seperti itu dengan prestasi dan eksistensi kita berupa karya. Mudah-mudahan itu bisa sedikit demi sedikit membuka wawasan mereka tentang menulis itu juga penting dan ngefek positif bagi kehidupan ekonomi.
Coba lebih fokus pada sisi internal, personal diri penulis atau calon penulis, yang masih sering dihinggapi mindset negatif ini. Sebenarnya, jika diasumsikan secara umum, masyarakat kita (bahkan mayoritas dari umat manusia) lebih banyak melihat hal-hal negatif ketimbang hal positif dalam hidupnya dan juga hidup orang lain. Contoh sederhana, mindset yang keliru tentang makna uang dan kaya, mereka secara sadar butuh uang untuk biaya hidup dan memenuhi kebutuhannya. Tapi secara bawah sadar tertanam kuat bahwa uang itu sumber masalah, uang itu panas bisa memutuskan hubungan sesama keluarga, gara-gara uang suami istri bisa bercerai, perkara uang bisa bunuh-bunuhan, sedangkan orang kaya itu dicap sombong, pelit, egois, serakah, antisosial, dll. Padahal uang itu “netral” yang dapat diapakan saja sesuai keinginan pemiliknya. Begitu juga dengan orang kaya, apakah benar sema orang kaya itu jahat, sombong, pelit dan antisosial? Jawabannya pasti tidak.
Nah, demikian halnya juga mindset keliru dari sebagian besar kita ketika memilih terjun ke dunia penulisan. Secara pikiran sadar kita mau bisa menulis dengan baik, punya buku, dapat honor dan royalti, jadi ngetop, pengen novelnya difilmkan, punya banyak fans, dll. Itu secara sadarnya begitu, tapi pikiran bawah sadar kita ditarik-tarik pada hal yang berkebalikannya. Takut jadi terkenal, nanti seperti artis-artis di tv itu yang kawin cerai, atau ribut masalah harta warisan dan gono-goni. Nanti bagaimana kalau jadi kaya, takut dibilang sombong, dijauhi teman-teman, takut diutangin saudara, dll. Semua ketakutan yang sebenarnya belum terjadi itu dan fenomena seperti itu saya sebut mindset negatif.
Ada banyak cara untuk memberangus mindset negatif tersebut, dalam buku saya “Writing Revolution Cara Asyik Jadi Penulis Beken” sudah saya jelaskan secara detail dan terperincih untuk mengatasi mindset negatif tersebut. Anda bisa membacanya lebih lanjut di buku saya itu, jika berkenan. Terima kasih sudah bersedia menyimak artikel saya ini.
*Tulisan ini diambil dari buku saya yang berjudul “Writing Revolution Cara Asyik Jadi Penulis Beken” info buku bisa klik DI SINI